HambaNya Yang Sejati : Hidup Chin Chin Singkat Tapi Bermakna, Lukisannya “Bersabda”

Artikel, Potret Indonesia Terkini

Merupakan hal yang normal bagi setiap orang, jika berkeinginan meraih prestasi. Merujuk kepada teori Hirarki dari Abraham Maslow masuk kategori : Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs). Tingkat pencapaian setelah tahap : Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs), Kebutuhan Keamanan (Safety Needs) , Kebutuhan Sosial (Love and Belonging Needs) terpenuhi. Dan ini Sebuah proses !

Untuk dibidang pelayanan rohani , ada pribadi yang menunjukkan prestasi tanpa harus muncul dipermukaan. Namun disisi lain, tak sedikit juga ada saja yang berobsesi untuk dapat ‘manggung’.

Kisah HambaNya yang sejati kali ini tentang Chin chin. Perkenalan ku dengan gadis belia bernama Chin chin dikenalkan oleh mentor dan bapa rohani saya yaitu : alm.Ev.Stephanus Damaris Msc (dipanggil Om Damaris) ketika berkunjung kerumah kami bersama tante Damaris.

“Lukman, ini Chin chin tinggal daerah Bintaro Jakarta. Ia senang melukis dirumahnya.” ujar Om Damaris kepadaku mengenalkan Chin chin.

Saat itu perbincangan pun berlangsung hangat seputar Pelayanan kami.

Hobi dan kebiasaanya Chin chin ternyata menggoreskan pensil dan kuas diatas kanvas. Hampir semua karya lukisnya menggambarkan Cinta Kristus dan kasih akan jiwa jiwa.

Seingat penulis, Tahun 1992 karya lukisnya diikut sertakan dalam pameran senirupa (eksibisi) yang diselenggarakan di BZ Galeri daerah Kebayoran Jakarta.

Sebuah kegiatan Pameran Senirupa yang diprakarsai oleh Ev.Meike Lolong (alumni FSRD ITB).

Lukisan CHIN ‘berbicara’ , menyampaikan pesan Ilahi dan berhasil menarik perhatian pengunjung. Salah satu karyanya dibeli oleh alm.istri Bapak Radius Prawiro (eks menko perekonomian, keuangan dan pengawasan pembangunan era pemerintahan Presiden Soeharto) yang hadir bersama ibu Maya Rumantir.

Suatu waktu Chin menghubungi saya. Ia katakan niatnya bahwa dana hasil penjualan lukisannya akan dipergunakan untuk mereproduksi dalam bentuk ribuan eksemplar cetakan poster lukisan tentang “ladang telah menguning.” Sikapnya ini mengagumkan buat saya.

Chin yang kemudian menjadi seorang istri dari Petrus Handoko, mengirimkan sejumlah ratusan /ribuan poster tersebut (penulis tak ingat jumlah pastinya). Seraya meminta bantuan agar poster lukisan tersebut dapat didistribusikan ke relasi dan jaringan pelayanan gereja gereja serta lembaga Kristen yang saya kenal.

Selang beberapa tahun kemudian, kudengar kabar bahwa Chin bersama suami ternyata telah pindah ke Semarang dan dikaruniai seorang puteri . Suami Chin, Petrus membuka usaha dibidang optikal dan aktif dalam pelayanan “pekerjaan” Tuhan. Sementara Chin chin terus melukis menghasilkan karya karya indah, disamping melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu.

Setiap ada orang yang tergerak dan membeli lukisannya, maka hasil penjualan tersebut disalurkan hanya untuk membantu keluarga keluarga yang dianggap kurang beruntung.

Menurutku Chin memberikan perhatian penuh dan memiliki hati yang mengasihi dengan tulus. Langkah tindakannya nyata, melalui sentuhan tangan kasihnya. Ia mengunjungi, melayani dan membantu keluarga miskin yang ia ketahui. Setiap hasil penjualan yang ia peroleh melalui karya karyanya pun disalurkan. Tidak sekedar melayani dengan asupan “makanan” rohani ,tapi juga turut meringankan beban hidup mereka. Bahkan jika mungkin dapat mengangkat mereka kearah kehidupan yang lebih layak atau hidup mandiri.

Apa yang Chin kerjakan adalah sebuah bentuk pelayanan Kasih yang tidak terpublikasi, tanpa panggung..

Tindakannya nyata dari pelayan Kristus yang hanya diketahui oleh orang orang disekitarnya yang dikenal akrab.

Tahun 2009, berita mengejutkan datang dari suami Chin. Tuhan telah memanggil pulang Chin dalam usia yang relatif masih muda. Rasa empati, sepenanggungan disertai rasa duka dan juga bercampur rasa syukur bagi penulis diungkapkan melalui doa pribadi dihadapan HadiratNYA.

Tentunya kepergian Chin pukulan bagi Petrus Handoko suami Chin

Menurutku Petrus adalah seorang kepala keluarga yang memiliki hati untuk melayani juga merawat puteri semata wayangnya dengan penuh kasih.

“Nilai keluhuran seorang “Pelayan Kristus” tidak selalu harus diukur dari luarnya dengan berbagai pernik asesories yang melekat dijubah. Tidak juga dinilai karena memiliki nama besar atau yang dikenal secara luas”. Bukan karena banyaknya penghargaan dan kebanggaan yang telah diperoleh. Bukan oleh karena keperkasaan atau keberhasilan membangun gedung pencakar langit.Bukan karena memiliki sejumlah besar pengikut. Bukan juga berlimpah harta atau pencapaian prestius yang bisa menimbulkan kesombongan.

Chin chin dan putri dan foto pernikahannya

Tetapi karena benih ilahi yaitu Kasih Kristus yang terpancar mengubah dan menguasai seluruh hidupnya. Sebuah bentuk persembahan hidup diatas mezbahNYA. Pribadi yang secara terus menerus memantapkan langkah iman, seiring mengalami transformasi individu oleh Karya Kuasa ROH. Orang yang dalam dirinya tercermin sifat sifat keIlahian Kristus melalui sikap hidup, iman dan karya. Karya demi pencapaian maksud dan tujuan Allah.

Kiranya kisah Chin chin bermanfaat, doa dan kerinduan kami :kiranya makin bermunculan ‘manusia manusia rohani’ yang memiliki belas kasih Kristus ditengah bangsa tercinta.

Teriring salam kasih , khususnya penulis sampaikan kepada sahabat terkasih, Petrus Handoko dan seluruh pembaca yang dikasihi Tuhan.

Penulis : Lukman Pandji

Editor : Endharmoko

Cuplikan surat dari saudari kandung Chin yang bernama : Esri Etzler.

03 September 2009 pkl. 5:31

Dia (Damaris) mencintai penginjil Damaris sebagai ayah rohaninya. Setiap kali saya bertemu Om Damaris, dia selalu berkata bahwa dia berharap adik saya menjadi penginjil atau misionaris penuh waktu. Saya heran mengapa dia tidak ?

melakukannya? Tapi justru sebaliknya sayalah yang menjadi misionaris penuh waktu.

Kemudian dia mulai melukis di atas kanvas dan suatu kali harus memamerkannya di galeri bersama teman-teman lainnya, seorang pengusaha tertarik dengan lukisannya dan bertanya apakah dia bisa membuat lukisannya menjadi traktat untuk tujuan penginjilan.

Terakhir kali saya bertemu 2 tahun yang lalu. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia memiliki kista di ovariumnya sebesar kelereng dan keluar dengan sendirinya tanpa operasi, dia mengatakan itu sangat menyakitkan. Saya pikir itu adalah mukjizat. Dan kemudian dia menunjukkan kepada saya semua lukisannya tentang pertemuan dengan Yesus, jadi saya berkomentar, “Apakah kamu akan segera meninggal?” dengan nada bercanda. Dia hanya tersenyum. Saya belum pernah melihatnya begitu kurus, hanya tulang dan kulit. “Kamu terlalu kurus, itu membuatku takut. Cobalah untuk menambah berat badan sedikit”, perkataan terakhir yang saya sampaikan kepadanya…

Berita Lainnya