Bagian Pertama
Penulis : Padmono
Untuk catatan awal perlu diketahui bahwa saya bukanlah bagian dari partai PDI Perjuangan. Saya tidak memiliki kepentingan apapun dalam huru-hara Pemilu 2024 yang terakhir. Namun hati nurani saya merasa terusik dan kemanusiaan saya terkoyak ketika saya membaca di media social betapa banyak orang-orang yang mengolok-olok secara vulgar Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri setelah ia terpuruk karena dikalahkan.
Orang-orang yang kehilangan akal sehat mengobarkan kebencian tanpa rasa malu walau tahu adanya demonstrasi penyalahgunaan kekuasaan yang mahahebat. Orang-orang yang merasa haus akan kekuasaan dan mengumbar syahwat keserakahan.
Saya kadang bertanya-tanya terbuat dari apakah hati orang-orang yang seperti itu?
Saya memang pernah satu partai dengannya ketika di jaman Orde Baru. Saya pernah dekat dengan Taufik Kiemas, suami Megawati. Tahun 1990-an saya sering berdiskusi dengannya. Ketika Megawati menjadi anggota DPR/MPR di tahun 1992 – 1997, saya menjadi anggota MPR hasil perimbangan sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang. Namun sesudah pecah menjadi PDI Perjuangan saya tidak lagi ikut bersamanya. Dan setelah reformasi ia memimpin PDI Perjuangan dan partai itu terus berkibar dengan menampung orang yang berloncatan dan berlarian dari berbagai penjuru. Megawati dengan pastainya melindungi mereka yang ketakutan dikejar-kejar penguasa.
Ia bahkan memberi mereka kesempatan untuk memperoleh kejayaanya, menjadi anggota DPR.
Saya memilih untuk tidak berada dalam politik praktis. Saya menepi karena menyadari sepenuh hati bahwa ada yang tidak beres dalam berpolitik di negeri ini, politik transaksional. Saya tidak tertarik masuk partai politik manapun walau banyak yang mengajaknya. Saya tidak tega meraih kehormatan dengan membayar atau menukar harga diri dan hati nurani.
Saya merdeka dan pilihan saya benar.
lah, saya cukup banyak melontarkan kritik bahkan termasuk terhadap kebijakan partainya Megawati tersebut. Tetapi ketika terjadi huru hara menjelang pemilu 2024, sayaSelama dalam kemerdekaan berpikir itu mengikuti perkembangan dan melakukan perenungan secara mendalam. Apa yang terjadi? Lalu setelah semuanya selesai dengan meninggalkan banyak luka di hati bangsa ini, banyak orang menghujat dan dengan vulgar mengolok-olok Megawati tentunya yang paling terluka. Dari sanalah saya akan memulai perenungan saya.
Perenungan ini saya tulis bukan untuk siapa-siapa dan bukan untuk apa-apa, hanya sebuah perenungan yang disertai harapan semoga yang membaca tulisan ini akalnya menjadi sehat. Atau akalnya kembali. Sebab banyak orang yang tidak paham akan terus melakukan olok-olok dan mengumbar kebencian karena tidak saja kehilangan akan sehat tetapi memang sudah kehilangan akal. Seolah-olah kejayaannya akan langgeng sehingga bisa seenaknya menggunakan kekuasaan untuk apapun, dan yang terpuruk boleh diolok-olok dan semakin ditindas.
Kalau kita melihat di media sosial ibu Megawati marah atau kecewa, dan sangat terluka, saya bisa memahaminya! Namun banyak pula orang yang mengatakan bahwa ia mengandalkan kharisma bapaknya, Sukarno! Yah, itupun harus dipahami. Megawati adalah anak perempuan Sukarno yang sangat disayang, namun tentu jarang mendapat pelukan dan ungkapan kasih sayang. Tidak seperti orang kebanyakan yang setiap hari bertemu dengan orang tua, dipeluk dan disayang-sayang. Kendati begitu
Megawati sangat membanggakan bapaknya dan sangat menjaga kehormatan nama besarnya. Itu ungkapan hormat dan cinta seorang anak perempuan kepada bapaknya.
Ir, Sukarno adalah orang yang cerdas. Bahkan sejak mahasiswa sudah berjuang untuk kemerdekaan negeri ini, Indonesia. Ia berani melawan Belanda dan melalui tulisan-tulisannya yang tajam ia melakukan perlawanan. Dari perjuangan melawan Belanda itu sering harus berakhir dipenjara atau pembuangan.
Dengan kecerdasannya Sukarno mampu merumuskan pokok-pokok penting yang dijadikan dasar negara ketika negeri ini merdeka, yaitu Pancasila! Dalam pidatonya 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPK dengan sangat jelas ia mengatakan bahwa pembicara sebelumnya tidak ada yang berbicara tentang dasar negara seperti yang diminta oleh Ketua, yaitu Dr. KRT Radjiman. Sukarno menguraikan panjang lebar pikirannya mengenai dasar-dasar negara yang diminta. Ia menempatkan kebangsaan sebagai dasar atau sila pertama. Kenapa? Karena negeri yang akan merdeka itu terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, dan agama. Jadi harus didasarkan pada kebangsaan yang di dalamnya mengandung kesamaan cita-cita, kesamaan tujuan, dan kesamaan historis. Itu negara kebangsaan!
Pikiran Sukarno yang begitu gamblang dengan visi yang jelas itulah yang harus diperjuangkan dan kini harus dipertahankan. Megawati berada dalam koridor itu, memperjuangkan negara kebangsaan. Tetapi banyak orang jumud yang tidak mau mengerti. Mereka menolak Pancasila yang dilahirkan oleh Sukarno karena tidak menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila yang pertama. Saya katakan mereka itu jumud karena tidak paham bahwa ketika Sukarno pidato itu negara Indonesia belum ada, belum jelas keberadaannya. Masih di angan-angan, di citacita!
Akhirnya Negara Indonesia sebagai negara bangsa lahir setelah diproklamasikan. Tanggal 17 Agustus 1945, Namun ketika usia negara belum setahun, tanggal 3 Juli 1946 sudah ada “pemberontakan”. Saya tulis dalam tanda kutip, karena peristiwa itu mengganggu keberadaan negara yang sedang dibangun dan terus diperjuangkan oleh Sukarno. Dengan seluruh elemen bangsa Sukarno memimpin negeri ini untuk mendapatkan pengakuan akan kemerdekaan. Berbagai perundingan dilakukan disertai perang gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman, akhirnya Negara Indonesia sebagai negara kesatuan didapatkan!
Perjuangan Sukarno dan para pemimpin bangsa lainnya tidak sia-sia. Tetapi jangan salah memahami, semua itu membutuhkan pengorbanan! Tahun 1948, tiga tahun usia kemerdekaan dan Indonesia belum seutuhnya diakui kedaulatannya, sudah diganggu dengan proklamasi negara komunis di Madiun. Tahun berikutnya ketika bangsa ini akan memulai menegaskan kemerdekaannya, diganggu lagi oleh DI/TII.
Gangguan-gangguan seperti itulah yang dihadapi oleh Sukarno. Ketika kedaulatan Indonesia diakui dan Indonesia kembali tegak sebagai Negara Kesatuan di tahun 1950 usia Megawati baru 3 tahun. Seharusnya anak perempuan yang masih balita itu memperoleh kasih sayang dari sang ayah, digendong setiap hari. Tetapi apakah Megawati merasakannya? Tentu tidak! Ayahnya, Sukarno masih harus mengurus bangsa ini. Berbagai masalah terus menghadang. Kabinet jatuh bangun dan terus bergantian. Tahun 1952 terjadi pergolakan oleh tentara, tahun 1955 pemilu memnghasilkan anggota DPR dan Konstituante. Tahun 1955 Sukarno memprakarsai Konferensi Asia Afrika, sebuah konfefrensi yang menyatukan negara-negara yang baru merdeka untuk tidak terjebak dalam perang dingin.
Konstituante pun tidak menghasilkan apa-apa dan macet-cet! Padahal mereka harus memutuskan dasar negara! Upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara terus berkembang dan aspirasi itu sangat kuat di kalangan partai-partai Islam. Sukarno tentu pusing menyaksikan semua itu. Akhirnya dikeluarkanlah Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. DPR dibubarkan, diganti DPRGR!
Kondisi bangsa yang masih belum stabil masih juga diikuti dengan pengkhianatan-pengkhianatan. Berbagai pemberontakan bersenjata terjadi. Bahkan ada yang melarikan diri ke luar negeri mengkhianati perjuangan! Partai-partai bertarung dan semuanya bersaing untuk dekat dengan pusat kekuasaan. Tentu itu tidak mudah bagi Sukarno sebagai presiden. Ia selalu berusaha merangkul semua kekuatan.
Termasuk komunis! Yah, termasuk PKI yang komunis. Bagi Sukarno kesatuan bangsa adalah satu-satunya yang harus dijaga. Keutuhan negara sebagai negara bangsa sebagaimana dipahami dan dihayati serta diperjuangkan dari awal adalah segala-galanya. Risikonya ia dicaci maki kanan kiri, diancam dan sebagainya. Sebab sejak ketika merumuskan dasar-dasar negara, kebangsaan adalah impiannya, NEGARA BANGSA!
Itu yang kadang tidak dipahami orang!
Kalau Sukarno membiarkan pertikaian-pertikaian berlangsung secara liar dan dia tidak berusaha mengendalikannya, maka negara ini sudah pecah sejak dulu. Tidak ada yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia! Dan itu juga sikap TNI ketika TB Simatupang dicopot dari KSAP dan jabatannya ditiadakan. TB Simatupang datang ke Mabes angkatan darat disambut pertanyaan Gatot Subroto, “kapan?” TB Simatupang menjawab, “apanya yang kapan?”
Tahun 1952 itu ada tentara sudah siap untuk memberontak, mengganti Sukarno, tetapi ada sikap yang jelas di kalangan senior TNI, NKRI harus tetap utuh. Sebab mereka sadar mempertahankan kemerdekaan itu sangat berat. Perang rakyat telah memakan banyak korban. Itu sebabnya ketika Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden, TNI berdiri di belakangnya. NKRI dengan UUD 1945 harus tetap tegak dan utuh!
Itulah sikap Sukarno dan sikap itu dihayati oleh Megawati dengan sangat baik.
Walaupun masa-masa remajanya yang seharus berada dekat dengan ayahnya sebagai idola tidak ia bisa dapatkan karena kesibukan ayahnya, namun sikap itu yang ditunjukkan oleh Megawati. Sukarno sebagai pemimpin bangsa terus mengobarkan semangat revolusi untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang tidak bisa diperbudak oleh bangsa lain. Bangsa yang merdeka dan berdaulat. Ia memimpin bangsa yang merdeka itu. Ia tindak semua yang berusaha memecah belah bangsa ini. Bahkan ia bubarkan partai-partai yang berada di balik peristiwa yang berpotensi membuat bangsa ini hancur. Namun ia rangkul semua kekuatan yang bisa ditundukkan di bawah satu komando untuk membangun bangsa. Itu semua dilakukan dalam kerangka “nation and character building”. Ia menggugah negara-negara yang baru merdeka untuk menunjukkan jatidirinya. Tetapi apa yang kemudian terjadi?
Tragedi kekuasaan! Ia dimusuhi banyak negara dan mereka terus berusaha untuk menjatuhkannya, menyingkirkannya. Ia dianggap berbahaya karena dapat menggoyahkan kekuatan blok-blok yang sedang bersitegang. Sialnya di dalam negeri pertarungan antar kekuatan terus memanas. Rivalitas baik antar partai, antara partai dengan militer, dan internal militer (Angkatan Darat) terjadi begitu nyata. Dalam kondisi seperti itu tidak bisa dipungkiri ada orang yang mau menjual diri, bersedia dipakai oleh kekuatan asing demi kekuasaan. Dan itulah yang terjadi.
Sukarno disingkirkan, dipaksa menyerahkan kekuasaannya. Kekuatan asing mengendalikan kekuatan-kekuatan di dalam negeri termasuk militer.
Sukarno dijatuhkan dan bahkan ia dituduh mendukung PKI untuk melakukan kudeta. Sebuah tuduhan yang sangat menggelikan, bagaimana seorang presiden melakukan kudeta? Terhadap dirinya sendiri? Aneh bukan? Tetapi itulah Indonesia! Sejarah diputarbalikkan dan menjadi makanan anak-anak sekolah yang melahirkan generasi tanpa akal sehat.
Sukarno dipaksa menyerahkan kekuasaan lalu ditahan. Ketika di dalam tahanan itulah dia sakit. Tidak boleh dibezuk, bahkan oleh keluarganya. Orang-orang yang setia kepada Sukarno ikut ditahan. Sukarno, proklamator kemerdekaan, bapak bangsa yang merangkul semua kekuatan untuk menjaga keutuhan agar tidak terpecah-pecah dan menjaga tetap berdirinya NKRI dengan Pancasila sebagai dasarnya, berada dalam keadaan sakit di tahanan, tidak diobati dan dibiarkan menderita. Kematiannya memang ditunggu oleh penguasa yang baru!
Itulah yang dialami oleh Megawati dan tentunya dirasakan hingga kini! Tidak tahu keberadaan ayahnya, dan tidak pernah berjumpa.
Dirinya dan keluarganya pun berada dalam penjagaan, tidak memiliki kemerdekaan dan kebebasan. Seorang anak tidak diperbolehkan berjumpa dengan bapaknya yang sedang kesakitan dan kesepian. Itu luka hati, luka batin yang tidak terperikan!
Dapatkah anda (pembaca) membayangkannya? Untuk merasakannya, cobalah diam sejenak , tutup mata dan bayangkan yang menderita itu ayah anda! Di situ anda akan bisa merasakan berada di posisi Megawati. Namun kalau anda tidak bisa merasakannya dan menganggapnya itu hal yang biasa, saya bisa pastikan bahwa anda sudah kehilangan kesadaran sebagai manusia.
Manusia yang tidak memiliki hati nurani dan sudah kehilangan bukan hanya akal sehat, tetapi benar-benar kehilangan akal!
Perjalanan hidup Megawati yang kehilangan kesempatan mengungkapkan cinta kasihnya kepada ayahnya itulah yang membentuk wataknya. Keras dan tegas! Karena itu jangan menghujatnya. Itu saja! Bangsa ini akan maju kalau bisa berjalan bersama membangun negeri dengan akal dan akal sehat. Bukan dengan kebencian yang tumbuh karena kebodohan, ketidak mengertian akan sejarah dan hanya mengumbar kerakusan.-
Salam Cerdas.