Jakarta, potretindonesiaterkini.com
Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Yandri Susanto, mengenai “wartawan bodrek” dan LSM menuai beragam reaksi dari berbagai kalangan. Ketua Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna Indonesia) Yusuf Mujiono, Senin (03/02) Kemanggisan Jakarta. Yusuf mengajak seluruh wartawan untuk tidak merespons secara berlebihan, tetapi justru menjadikannya sebagai motivasi untuk meningkatkan profesionalisme.
Pernyataan Yandri, yang disampaikan dalam acara Sosialisasi PERMENDES PDT 2/2024 di kanal YouTube Kementerian Desa pada Jumat (31/1/2025), menyebut adanya oknum wartawan dan LSM yang melakukan pemerasan dengan dalih pengawasan terhadap kepala desa. Ia mencontohkan praktik yang dapat merugikan, seperti meminta sejumlah uang dari 300 desa yang mencapai Rp300 juta, yang menurutnya lebih besar dari gaji seorang Menteri.
Yandri mengingatkan agar Jaksa dan Polisi menindak oknum-oknum tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa pernyataannya tidak ditujukan kepada seluruh wartawan dan LSM, melainkan hanya kepada oknum yang menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan pribadi. “Saya minta jaksa dan polisi tangkapi saja itu LSM dan Wartawan Bodrek yang Mengganggu kepala desa itu”, kata Yandri dalam cupikkan rekaman video yang beredar.
Yusuf menegaskan, semua pihak harus sama-sama memahami tugas jurnalis dan media sesuai Undang-Undang No. 40/1999 Tentang Pers.
”Dalam hal ini dua belah pihak harus saling mengoreksi. Kami menentang keras adanya praktik jurnalis yang melakukan pemerasan atau menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi. Tapi, kami juga meminta menteri maupun pejabat lain tidak asal bicara dengan memukul rata semua profesi jurnalis,” kata Yusuf.
Yusuf mengingatkan, jika kepala desa, kepala sekolah, maupun pejabat pemerintah dan siapapun memang bersih, tak perlu takut jika ada upaya ’pemalakan’ dari oknum yang mengaku wartawan.

Yusuf pun membedah pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.
Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
“Jangan lupa juga ada Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap. Jadi, baik penerima maupun pemberi suap harus sama-sama menyadari. Kuncinya, kalau bersih, ya jangan takut,” kata Yusuf.
Dilaporkan oleh : PP/Redaksi