Palangka Raya, Potret Indonesia Terkini
Pernyataan akan dilakukan Gelar perkara oleh Polda Kalteng yang disampaikan oleh pengacara AS disebuah media onlime terkait laporan AS beberapa waktu lalu terkait UU TPKS pasal 6. Disebutkan oleh Pengacara AS bahwa optimis Polda Kalteng akan memproses kasus tersebut hingga dilimpahkan ke pengadilan.
Untuk mengkonfirmasi hal tersebut Media ini menghubungi terlapor dan Tim Pengacaranya untuk wawancara pada Kamis 6 Maret 2025.
Berikut penjelasan Fidelis Harefa S.H, M.H terkait proses hukum kliennya.
Saat ini tahapnya masih lidik (Penyelidikan). Proses ini harusnya diketahui masyarakat khususnya seorang pengacara. Tahap lidik itu adalah tahap menyelidiki ada-tidaknya perbuatan pidana. Pada tahap ini masih belum berbicara tentang pelakunya. Tahap selanjutnya Sidik atau Penyidikan yang bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang yang disangkakan tersebut benar-benar melakukan perbuatan pidana. Perlu diingat bahwa sebelum adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, azas praduga tak bersalah (presumption of innocence) tetap berlaku sehingga tak seorang pun boleh dihakimi baik melalui pernyataan publik di media sosial maupun secara langsung kepada orang yang diduga atau disangkakan.
Namun yang terjadi dipemberitaan dan Media Sosial apa? Sudah men-judge.
Fidelis menyampaikan 3 (tiga) poin yang perlu diperhatikan. Poin pertama, Apakah framing atau pembentukan opini ini dilakukan oleh seorang pengacara? Pengacara seperti apa yang melakukan hal itu? Bila ada pengacara yang melakukan hal itu bisa merusak pendidikan hukum di masyarakat. Sebelum diketahui perbuatan pidananya dan belum ditetapkan pelakunya, jangan framing dong. Bagi pelapor, cukup menguatkan pembuktian saja sesuai dengan azas “siapa yang mendalilkan, dialah yang harus membuktikan”, ungkap Fidelis.
Poin kedua, bagi kami dalam menangani kasus, melakukan framing bukanlah solusi dan bila framing dilakukan oleh pengacara bisa dibilang pengacara yang tak “bergigi”. Sebab apa? ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan oleh Pengacara dalam menjalankan profesinya. “Pengacara adalah pelayan bagi hukum, bukan pelayan bagi klien. Seorang pengacara bertugas memastikan hak-hak klien terpenuhi di hadapan hukum, bukan soal klien benar atau salah.
Sementara pemberitaan di media dan media sosial seolah-olah pelakunya sudah divonis, padahal kenyataannya masih lidik” paparnya. Fidelis mempertanyakan “Putusan Pengadilannya mana? Sudah ‘inkracht“?.
Inkracht adalah istilah hukum yang berarti putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Dan poin yang ketiga adalah ketika seseorang sudah divonis seolah-olah bersalah oleh publik, maka orang tersebut punya hak kontitusional untuk membela diri atas tuduhan tersebut.
Fidelis berharap pengacara semestinya memberikan opini hukum untuk mengedukasi masyarakat bukan lantas memposisikan kliennya yang paling benar. “Opini hukum ditujukan untuk menerangkan proses hukum acara yang berlaku, bukan tentang keseimbangan pemberitaan”.
Ada istilah “trial by the press” yaitu peradilan oleh media secara sepihak dengan memberitakan secara terus menerus sehingga menarik opini publik untuk menghakimi.
Sementara proses hukum masih berjalan sudah terjadi “penghakiman” sepihak melalui pemberitaan dan ini bisa berdampak secara sosial bagi kehidupan yang dihakimi. Perlu dipertanyakan bila ada pengacara yang membuat pernyataan dimedia melampaui kewenangan kepolisian. Apakah paham SOP sebagai pengacara?
Fidelis mengingatkan bahwa proses hukum acara yang berlaku, dimulai penyelidikan untuk melihat ada atau tidak peristiwa pidana, lalu dicari pelakunya,kemudian dilimpahkan ke pengadilan untuk didakwa, lalu penuntutan dan terakhir putusan Majelis hakim. Barulah pengacara bersurat kemana-mana sebagai bagian mengeksekusi putusan.
“Bagi kami Tim Pengacara, framing dimedia tidak perlu kami lakukan. Percayakan kepada pihak penyidik kepolisian yang bekerja”, tandasnya.
Pemberitaan yang beredar dan tidak berimbang memberi dampak yang sangat merugikan bagi terlapor. Tercemarnya nama baik sebagai pendidik di hadapan ribuan siswa dan mantan siswanya, rekan sejawat dan bawahan yang dipimpinnya. Ingat, setiap orang memiliki akses yang sama terhadap hukum, maka jangan berlebihan karena terhadap pemberitaan berlebihan pun ada hukum yang berlaku.
Meskipun demikian diketahui bahwa institusi yang menaungi terlapor masih mengikuti proses hukum yang berjalan.
Diingatkan oleh Fidelis bahwa kepentingan pengacara tidak lebih besar dari kepentingan klien. Oleh karena itu, kami sebagai kuasa hukum selalu menghargai pemberi kuasa, tidak melebihinya.
Hingga saat ini proses yang sudah dilakukan penyidik adalah klarifikasi dari pihak yang dilaporkan dan belum ada proses lainnya yang difasilitasi oleh penyidik.
Pihak yang dilaporkan memberi surat kuasa kepada Fidelis Harefa S.H M.H dan Rekan pada 10 Februari 2025 yang lalu.
Saat ini Tim pengacara terlapor menunggu proses yang dilakukan Penyidik.
Dilaporkan oleh Endharmoko